Perdebatan Hari Ini (1)

Hari ini menarik sekali presentasi di kelas MPK Agama, membahas batasan antara aqidah dan muamalah. Simpel sebenarnya, muamalah itu segala yang akibatnya dirasakan manusia lain, sedangkan aqidah akibatnya dirasakan hanya oleh diri sendiri. Yang jadi perdebatan adalah mengucapkan "SELAMAT NATAL" kepada kaum Nasrani, membaca Yasin, hukum teknologi, aurat wanita, dan penegakkan syariat islam di Indonesia.

Masalah pertama, mengucap selamat natal kepada kaum Nasrani adalah sesuatu tindakan haram untuk umat islam, mengapa? Sudah jelas itu adalah haram karena secara etimologis Natal adalah mengucap selamat atas kelahiran anak Tuhan, dan barangsiapa yang menyebut Tuhan memiliki anak. Mengucapkan selamat natal itu sebenarnya punya makna yang mendalam dari sekadar basa-basi antar agama. Karena tiap upacara dan perayaan tiap agama memiliki nilai sakral dan berkaitan dengan kepercayaan dan akidah masing-masing. Karena itu masalah mengucapkan selamat kepada penganut agama lain tidak sesederhana yang dibayangkan. Sama tidak sederhananya bila seorang mengucapkan dua kalimat syahadat. Syahadatian itu punya makna yang sangat mendalam dan konsekuensi hukum yang tidak sederhana. Termasuk hingga masalah warisan, hubungan suami istri, status anak dan seterusnya. Padahal cuma dua penggal kalimat yang siapa pun mudah mengucapkannya.

Nah, dalam hal ini pengucapan tahni‘ah (ucapan selamat) natal kepada Nasrani juga memiliki implikasi hukum yang tidak sederhana. Benar bahwa umat islam menghormati dan menghargai kepercayaan agama lain bahkan melindungi bila mereka seorang dzimmi, namun perlu diberi garis tengah yang jelas. Manakah batasan hormat dan ridha disini. Hormat adalah suatu hal dan ridha adalah yang lain. Kita hormati Kaum Nasrani karena memang itu kewajiban. Hak-hak mereka kita penuhi karena itu kewajiban. Tapi memberi ucapan selamat, ini mempunyai makna ridha, artinya kita rela dan mengakui apa yang mereka yakini. Ini sudah jelas masuk masalah aqidah dan bukan lagi muamalah. Dan inilah yang menjadi batas tegas di sini.

Mengenai membaca Yasin yang dilakukan sekelompok orang tiap malam Jumat, hukumnya apa sih?

Sebenarnya, tidak ada masalah apa pun jika seseorang hendak membaca surat Yasin, bahkan itu adalah hal yang baik, sebab itu merupakan salah satu surat Al Quranul Karim. Namun, masalah mulai ada ketika membaca surat Yasin dikhususkan pada malam Jumat saja, tidak pada malam lainnya, dan tidak pula surat yang lainnya, lalu dibarengi dengan keyakinan atau fadhilah tertentu. Maka ini semua membutuhkan dalil khusus yang shahih untuk melaksanakannya. Jika, tidak ada maka tidak boleh melaksanakannya apalagi merutinkannya. Sebab, hal tersebut telah menjadi hal baru dalam agama. Ketetapan ini sesuai dengan kaidah yang ditetapkan para ulama: "Hukum asal dalam ibadah adalah batil, sampai adanya dalil yang menunjukkan perintahnya.” (Imam Ibnul Qayyim, I’lamul Muwaqi’in, 1/344. Maktabah Al Kulliyat Al Azhariyah). Jadi, selama belum ada dalil yang mencontohkan atau memerintahkan, maka ibadah tersebut batil dan mengada-ngada. Kaidah ini berasal dari hadits berikut: "Barangsiapa yang membuat hal baru dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka itu tertolak." (HR. Bukhari No. 2550. Muslim No. 1718). Dalam hal yasinan setiap malam Jumat ini pun, kita tidak akan menemukan keterangannya dalam Al Quran dan As Sunnah tentang keutamaannya dibaca secara khusus pada malam Jumat.

Kedudukan Hadits-Hadits Tentang Yasin
Hadits Pertama, Dari Al Hasan Al Bashri Radhiallahu ‘Anhu:
Dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barang siapa yang membaca surat Yasin malam hari atau siang, dengan mengharapkan keridhaan Allah, maka dia akan diampuni." (HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir, 19/62/145). Hadits ini dha’if. Sebab, Al Hasan tidak mendengar langsung hadits itu dari Abu Hurairah. Sementara dalam sanadnya terdapat Aghlab bin Tamim. Berkata Imam Al Haitsami tentang dia: "Dha’if." (Imam Al Haitsami, Majma’ az Zawaw’id, 7/97. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah). Sementara Imam Bukhari berkata tentang Aghlab bin Tamim: “Munkarul hadits (haditsnya munkar).” Imam Yahya bin Ma’in mengatakan: “Tidak ada apa-apanya.” Ibnu ‘Adi berkata: “Pada umumnya hadits-hadits darinya tidak terjaga. ”Berkata Maslamah bin Qasim: “Munkarul hadits.” (Imam Ibnu Hajar, Lisanul Mizan, 1/ 194). Maka jelaslah kedhaifan hadits tersebut.

Hadits Kedua. Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata: Dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barang siapa yang merutinkan membaca Yasin setiap malam, lalu dia mati, maka dia mati syahid.” Hadits ini palsu. Berkata Imam Al Haitsami tentang hadits ini: Diriwayatkan oleh Ath Thabarani dalam Ash Shaghir, di dalam sanadnya terdapat Sa’id bin Musa Al Azdi, seorang pendusta. (Majma’ Az Zawaid). Sementara Imam Ibnu Hibban menuduh Sa’id bi Musa sebagai pemalsu hadits. (Imam Ibnu Hajar, Lisanul Mizan, 1/435) Maka, jelaslah kepalsuan hadits ini.

Hadits Ketiga. Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang menziarihi kubur dua orang tuanya setiap Jum’at, lalu dibacakan Yasin pada sisinya, maka akan diampunkan baginya setiap ayat atau huruf.”

Hadits ini palsu. Ibnu ‘Adi berkata: “Hadits ini batil dan tidak ada asalnya sanad ini.” Ad Daruquthni mengatakan: “Hadits ini palsu, oleh karena itu Ibnul Jauzi memasukkan hadits ini kedalam kitabnya Al Maudhu’at (hadits-hadits palsu).” (Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Silsilah Adh Dha’ifah, 1/127/ 50)

Hadits Keempat. Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu:
Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya segala sesuatu memiliki hati, dan hatinya Al Quran adalah Yasin, dan barangsiapa yang membaca Yasin, maka Allah tetapkan baginya seperti membaca Al Quran sepuluh kali.” (HR. At Tirmidzi N0. 3048). Hadits ini juga palsu. Kata Imam At Tirmidzi dalam sanadnya terdapat Harun Abu Muhammad seorang Syaikh yang majhul (tidak dikenal). Syaikh Al Albany mengatakan hadits ini palsu, lantaran Harun Abu Muhammad. Selain itu dalam sanadnya terdapat Muqatil bin Sulaiman. Ibnu Abi Hatim bertanya kepada ayahnya (Imam Abu Hatim Ar Razi) tentang hadits ini dia menjawab: “Muqatil ini adalah Muqatil bin Sulaiman, aku pernah melihat hadits ini pada awal kitabnya yang telah dipalsukannya. Muqatil ini haditsnya batil dan tidak ada dasarnya.” Waki’ berkata: Muqatil adalah pendusta.” (Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, As Silsilah Adh Dha’ifah, 1/246/ 169)

Sudah jelas bahwa hukum membaca Yasin itu masih dalam perbincangan para ulama dan cenderung makruh bahkan haram jika mengkhususkan membacanya bahkan melebihkannya dari surat-surat yang lain...

Bersambung...

0 komentar: (+add yours?)

Posting Komentar