Perkembangan Bahasa Gaul di Indonesia

Pendahuluan
Dalam berkomunikasi, manusia membutuhkan sarana untuk melakukannya. Bahasa merupakan salah satu sarana komunikasi yang amat penting dalam kehidupan. Di Indonesia, yang wilayahnya sangat luas, tentu diperlukan sebuah sarana komunikasi yang kuat dan mencakup semuanya, baik dari wilayah yang berbeda, usia yang berbeda, atau tingkatan sosial yang berbeda. Untuk itulah ditetapkan bahasa Indonesia dengan Ejaan Yang Disempurnakan sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia, namun zaman modern ini justru semakin banyak sekali bahasa yang berkembang melenceng dari bahasa induknya, yakni bahasa Indonesia.
Perkembangan bahasa yang semakin luas dan melenceng dari bahasa induk itu merupakan perkembangan yang dipelopori oleh para remajanya. Hal itu disebabkan karena remaja memasuki tahap perkembangan kognitif yang disebut tahap formal operasional. Tahapan ini merupakan tahap tertinggi perkembangan kognitif manusia. Pada tahap ini individu mulai mengembangkan kapasitas abstraksinya. (Papalia: 2004). Di samping merupakan bagian dari proses perkembangan kognitif, munculnya penggunaan bahasa gaul juga merupakan ciri dari perkembangan psikososial remaja. (Erikson: 1968).
Kemudian, bagaimana dengan perkembangan bahasa gaul di Indonesia yang diawali oleh munculnya bahasa prokem pada tahun 1970-an, hingga munculnya bahasa alay pada tahun 2000-an ini? Apakah penggunaan bahasa gaul menunjukkan bahwa bahasa itu bersifat universal, unik, dan produktif? Berikut uraiannya.

Perkembangan Bahasa Gaul di Kalangan Remaja Indonesia

1. Asal Mula Bahasa Gaul
Bahasa gaul sebenarnya sudah ada sejak 1970-an. Awalnya istilah-istilah dalam bahasa gaul itu untuk merahasiakan isi obrolan dalam komunitas tertentu, tetapi karena sering juga digunakan di luar komunitasnya, lama-lama istilah-istilah tersebut jadi bahasa sehari-hari. Komunitas yang menciptakan bahasa ini adalah para preman yang bertujuan untuk menyamarkan apa yang mereka bicarakan agar tidak terlacak oleh orang lain, terutama polisi. Bahasa mereka disebut dengan bahasa prokem. Kata prokem sendiri merupakan bentukkan dari kata preman, kemudian menjadi koprem, dan terakhir menjadi prokem.
Bentukkan-bentukkan kata dalam bahasa prokem pun tidak jauh berbeda dengan istilah aslinya, seperti bokap yang merupakan pengganti dari kata bapak atau ayah. Biasanya pembentukannya adalah dengan cara dibalik pembacaannya atau ditambahi huruf di akhir kata. Kata bokap adalah contoh kata yang pembentukannya dengan cara dibalik, sedangkan pembentukkan kata dalam bahasa prokem yang dengan cara menambahkan ko di awal kata, contohnya adalah kata mokat yang berarti mati pembentukannya adalah mati - (ko+mat) – mokat.
Umumnya pembentukkan kata dalam bahasa prokem lebih teratur dan ada rumusnya, seperti
Mati-komat(ko+mat)-mokat
Bini-kobin(ko+bin)-bokin
Beli-kobel(ko+bel)-bokel
Bisa - kobis (ko+bis)-bokis
Selain para preman yang menggunakan bahasa-bahasa rahasia ini, para waria pun menggunakannya untuk berkomunikasi bersama sesama waria. Bentukkan katanya pun berbeda dengan bahasa yang diciptakan preman. Bahasa para waria ini disebut bahasa bencong. Ke depannya, kaum waria ini lebih banyak berkreasi dengan bahasa gaul ini dengan menciptakan banyak istilah-istilah baru.
2. Penggunaan Bahasa Gaul di Kalangan Remaja
Bahasa-bahasa yang dipakai oleh kaum yang terbuang di zaman dahulu itu kini marak dipakai di kalangan remaja. Kata-kata seperti bokap, nyokap, bonyok, pembokat, dll. seperti sudah tidak asing lagi di telinga, karena istilah-istilah itu sudah sering sekali diucapkan para remaja di Indonesia. Dalam perkembangannya justru remaja-remaja inilah yang lebih banyak menggunakan bahasa gaul untuk digunakan dalam percakapan sehari-hari bersama teman-temannya.
Remaja memiliki peran yang besar dalam perkembangan bahasa gaul ini, karena saat remaja adalah saat di mana aspek kognitif berkembang dengan pesat. Pada tahap ini, manusia cenderung lebih menunjukkan kapasitas abstraknya, yakni dengan menggunakan bahasa yang hanya bisa dimengerti oleh mereka sendiri (Papalia: 2004). Sejalan dengan perkembangan kognitifnya, perkembangan bahasa remaja mengalami peningkatan pesat. Kosakata remaja terus mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya referensi bacaan dengan topik-topik yang lebih kompleks.
Menurut Owen (dalam Papalia: 2004) remaja mulai peka dengan kata-kata yang memiliki makna ganda. Mereka menyukai penggunaan metafora, ironi, dan bermain dengan kata-kata untuk mengekspresikan pendapat mereka. Terkadang mereka menciptakan ungkapan-ungkapan baru yang sifatnya tidak baku. Bahasa seperti inilah yang kemudian banyak dikenal dengan istilah bahasa gaul.
Di samping merupakan bagian dari proses perkembangan kognitif, munculnya penggunaan bahasa gaul juga merupakan ciri dari perkembangan psikososial remaja. Menurut Erikson (1968), remaja memasuki tahapan psikososial yang disebut sebagai identity versus role confusion. Hal yang dominan terjadi pada tahapan ini adalah pencarian dan pembentukan identitas. Remaja ingin diakui sebagai individu unik yang memiliki identitas sendiri yang terlepas dari dunia anak-anak maupun dewasa. Penggunaan bahasa gaul ini merupakan bagian dari proses perkembangan mereka sebagai identitas independensi mereka dari dunia orang dewasa dan anak-anak.
Media cetak maupun media elektronik termasuk sarana dalam memperkenalkan bahasa gaul. Bahasa gaul dalam pemakaiannya berbentuk macam-macam, di antaranya bahasa gaul yang digunakan dalam stiker, film, novel, cerpen, tabloid, majalah, radio, internet, dan pada saat komunikasi melalui Short Messages Service (SMS).
Kehadiran bahasa gaul itu dapat dianggap wajar karena sesuai dengan tuntutan perkembangan nurani anak usia remaja. Masa pemakainya terbatas pada situasi tidak resmi. Jika mereka berada di luar dari lingkungan kelompoknya bahasa yang digunakan beralih ke bahasa lain yang berlaku di tempat umum itu. Kehadirannya dalam lingkungan bahasa daerah atau bahasa Indonesia sesungguhnya tidak perlu dirisaukan karena bahasa itu masing-masing muncul dan berkembang sesuai dengan fungsi dan keperluan masing-masing.
Keaktifan sehari-hari para remaja lebih banyak berkaitan dengan kehidupan keluarga, keadaan sekolah, dan/atau perguruan tinggi, serta masalah-masalah kenakalan remaja. Ini menyiratkan bahwa kosakata yang timbul kemudian mengacu pada hal dan masalah sekitar rumah, pergaulan, pendidikan, dan kenakalan remaja yang terungkap dengan istilah kekerabatan, kata ganti orang, masalah seks, narkotik dan obat-obatan sejenis serta minuman keras. Hal ini sama sekali tidak berarti bahwa semua kosakata yang dulunya diciptakan oleh kaum preman sama sekali tidak digunakan para pemuda dan remaja, tetapi fungsi suatu benda dalam suatu kelompok, yang bentuknya juga dikenal anggota kelompok lain, tentulah berbeda.
Dari uraian di atas tampak bahwa perbedaan bahasa gaul antara preman dan para remaja masa kini terjadi karena penuturnya berbeda, fungsi dan tujuan pemakaiannya pun berbeda. Kaum preman melakukan tindakan kejahatan, para pemuda dan remaja suka bergembira dan bergaul dengan sesamanya. Setelah bahasa gaul ini lebih banyak digunakan para pemuda dan remaja pengertian bahasa gaul atau bahasa prokem ini telah berubah atau lebih tepat dikatakan bergeser maknanya.
Bahasa gaul ini tidak lagi disediakan dengan bentuk dan rumus atau kode bahasa itu, melainkan lebih ditonjolkan sebagai bahasa kode atau sandi yang dipakai oleh kelompok tertentu, dalam hal ini para pemuda dan remaja. Setiap kelompok dapat saja memberi inpterpretasi yang berbeda-beda menurut pengertian masing-masing, karena itu, dapat kita temukan sejumlah variasi dalam pemakaian kalimat bahasa Indonesia. Inilah yang merupakan salah satu ciri pembeda bahasa gaul kaum preman, pencetus dan pencipta bahasa ini, dengan bahasa gaul kaum pemuda dan remaja saat ini.

3. Bahasa Gaul Masa Kini
Seiring dengan perkembangan zaman, dan perkembangan teknologi, bahasa gaul itu tidak hanya sekadar istilah, namun juga meluas ke tulisannya. Tulisan-tulisan gaul itu dipicu oleh makin maraknya penggunaan fasilitas sosialisasi seperti Yahoo Messenger, Friendster, Facebook, dll. yang tentu saja dalam penggunaannya lebih banyak menggunakan tulisan daripada lisan. Karena pengaruh itulah muncul tulisan-tulisan yang terlihat aneh dan sulit dibaca, seperti menggunakan huruf kapital dan biasa secara bergantian antara satu huruf dengan huruf yang lainnya dalam satu kata, atau menggunakan angka untuk mengganti huruf. Selain itu juga biasanya mereka menyingkat kata. Contoh tulisan dengan huruf yang berganti kapital dan tidak kapital bAhAsA iNdOnEsIa dan ini contoh kata yang menggunakan angka sebagai pengganti huruf b4h454 1nd0n3514 atau kata yang berupa singkatan bhs indnsa.
Dengan munculnya tulisan-tulisan hasil kreasi anak muda ini, bahasa gaul dunia maya menjadi sulit dimengerti, terutama kalau sudah berbentuk kalimat panjang yang berupa curahan hati. Tulisan-tulisan seperti itu sekarang lebih populer disebut dengan bahasa alay. Berikut adalah contoh tulisan curahan hati pengguna huruf gaul atau alay di sebuah situs jejaring sosial: cXnK qMoh tO cKiDnAAAAaaaAaAaaaa……. (sayang kamu tuh sakitnya) m_tHa apOn YoH……………… (minta ampun ya) qoH tLuZ”aN uCHA bWaD tTeP qEqEUh cXnK qMo………. (aku terus terusan berusaha buat tetep kekeuh sayang kamu).


4. Posisi Bahasa dan Tulisan Gaul dalam Masyarakat
Bahasa gaul rupanya tidak cuma menarik untuk para penggunanya, namun menarik juga untuk diseminarkan. Buktinya, pada tahun 2005 yang lalu pernah digelar acara diskusi "Bahasa Slang, Bahasa Gaul dalam Dinamika Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing" di Perpustakaan Departemen Pendidikan Nasional. Yang menjadi pembicaranya antara lain seniman Remy Silado dan Kepala Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Dendy Sugono.
Menurut Dendy, bisa saja istilah-istilah gaul dicantumkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang akan diterbitkan pada tahun 2008. Di samping itu, Pusat Bahasa Depdiknas pun akan mengeluarkan KBBI yang hanya memuat istilah-istilah baku. Dengan kata lain, jika inisiatif Dendy Sugono ini terlaksana, pada tahun 2008 akan ada dua versi KBBI yang salah satunya akan mencantumkan istilah-istilah gaul.

5. Contoh-contoh Bahasa Gaul dan Bahasa Alay
Mati-komat(ko+mat)-mokat
Bini-kobin(ko+bin)-bokin
Beli-kobel(ko+bel)-bokel
Bisa-kobis(ko+bis)-bokis
Makan-mekong
Sakit-sekong
Laki-lekong
Lesbian-lesbong
Mana-menong
Mati-ma(+pa)ti(+pi)-mapatipi
Cina-ci(+pi)na(+pa)-cipinapa
Gila-gi(+pi)la(+pa)-gipilapa
Tilang- ti(+pi)la(+pa)ng–tipilapang
Banci-b(in)an-c(in)i-binancini
Mandi-m(in)an-d(in)i-minandini
Toko-t(in)o-k(in)o-tinokino
Homo-h(in)o-m(in)o-hinomino
yOz aLaWAiCe d bEzT… (you always the best, kamu selalu yang terbaik)
iN meYe heArD„„(in my heart, dalam hatiku)
tHo_tHo…(dadah)
LupHz yOu„„„(love you, cinta kamu)
bU_bU„„„(bubu, tidur)

6. Simpulan
Bahasa adalah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi, jadi penggunaan bahasa gaul atau bahasa alay dalam kehidupan, merupakan hal yang sah dan wajar saja jika dilihat pengertian bahasa. Penggunaan bahasa gaul menunjukkan bahwa bahasa memang bersifat universal, unik, dan produktif. Hal tersebut ditunjukkan dengan munculnya kosakata baru dan masyarakat pun tidak harus menunggu lama untuk mengerti tentang kata-kata yang baru itu. Penggunaan bahasa gaul memang sah saja di dalam masyarakat, asal penggunaannya tepat sasaran, dan dalam waktu yang tepat.
Bahasa gaul yang dulunya hanya dipakai oleh kaum yang terbuang dari masyarakat ini, telah menjadi bahasa yang umum digunakan terutama oleh kalangan remaja. Dengan menggunakan bahasa gaul ini, mereka merasa dapat mengekspresikan perasaa mereka. Dalam perkembangannya bahasa ini menjadi sulit untuk dimengerti, sehingga memunculkan kaum baru yang menggunakan bahasa atau istilah-istilah ini yang disebut kaum alay.

DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa. 1985.
Anwar, Khaidir. Fungsi dan peranan Bahasa: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 1984.
Erikson, E. Childhood and society (2nd edition). New York: W.W. Norton & Company Inc. 1968.
Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2007.
Papalia, D.E., Olds, S.W., Feldman, R.D. Human development (9th edition). Boston: McGraw Hill Company, Inc. 2004.
Sahertian, Debby. Kamus Bahasa Gaul. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2000.
Utorodewo, Felicia N., et al. Bahasa Indonesia: Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI. 2009.

0 komentar: (+add yours?)

Posting Komentar