Sama Hinanya

Bapak itu begitu tua, mengingatkan yang ada di rumah. Mendorong sepeda yang juga sudah tua walaupun tak setua dirinya. Sepeda tua itu mengangkat beban yang juga tak seberat beban yang dipikul Bapa tua itu. Hanya sekeranjang nasi uduk yang dipikul sepeda tua itu, sedangkan si Bapak tua, mungkin mengangkat beban perut sebanyak lebih dari dua, dan sekali lagi, mungkin. Pertanyaan muncul, di mana anak dari Bapak tua itu? Adakah dia seorang tua yang tidak memiliki anak? Ataukah anaknya sudah tidak sudi lagi untuk melihat wajah Bapak tua itu lantaran beliau hanya berjualan nasi uduk? Ah, manusia memang begitu, selalu saja lupa pada orang-orang yang telah berjasa padanya jika sudah berhasil. Sekali lagi, itu sebuah kemungkinan.

Akan tetapi... Apa yang sedang kulakukan? Berdiam diri menonton Bapak tua itu mendorong sepedanya, dan berpikir macam-macam. Tanpa aksi. Aku sama hinanya.

0 komentar: (+add yours?)

Posting Komentar